Pengumpulan data Potensi Desa (PODES) 2011 baru saja usai dilakukan BPS, dan katanya hasil pendataan tersebut bisa diakses untuk umum awal Januari 2012. Mudah-mudahan bisa tepat waktu dan segera bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak.
Pendataan PODES telah dilaksanakan sejak tahun 1980 bersamaan dengan penyelenggaraan Sensus Penduduk 1980. Pengumpulan data PODES biasanya dilakukan sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 10 tahun, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Namun demikian sejak tahun 2008, pendataan PODES dilaksanakan secara independen dari rangkaian kegiatan sensus. Data hasil pendataan PODES hingga saat ini merupakan satu-satunya sumber data tematik berbasis wilayah yang mampu menggambarkan potensi suatu wilayah setingkat desa di seluruh Indonesia.
Bagi pelaku program pengendalian HIV hasil pendataan PODES juga bisa sangat berguna, dimana setidaknya ada 3 pertanyaan penting didalam pendataan tersebut yang bisa bermanfaat untuk membantu memilih lokasi prioritas, yaitu pertanyaan tentang apakah ada tempat transaksi seks komersial serta kejadian penyalahgunaan narkoba dan peredaran narkoba dalam 1 tahun terakhir di satu desa.
Dari data PODES terakhir (tahun 2008), kita bisa tahu 5 provinsi dengan jumlah desa/kelurahan yang ada tempat transaksi seks komersial terbanyak adalah Jawa Barat (212 desa/kelurahan), Jawa Timur (194 desa/kelurahan), Jawa Tengah (146 desa/kelurahan), Sumatera Utara (100 desa/kelurahan), Kalimantan Timur (76 desa/kelurahan), dan Sulawesi Selatan (57 desa/kelurahan). Sedangkan dari segi persentase desa/kelurahan yang yang tempat transaksi seks komersial maka komposisinya berubah menjadi DKI Jakarta (6.7%), Kalimantan Timur (5.4%), Kepulauan Riau (4.3%), Bangka Belitung (4.1%), dan Jawa Barat (3.6%). Artinya, walaupun DKI Jakarta, Kep.Riau dan BaBel secara jumlah kalah dibanding provinsi lainnya tetapi secara persentase patut diperhitungkan.
Data PODES tahun 2008 juga memberitahu kita bahwa 1 dari 3 kelurahan di Kota Tarakan (35%) dan Kota Sorong (32%) memiliki tempat transaksi seks komersial, sedangkan 18 Kabupaten/Kota lainnya di Kal-Tim (Bontang) , Sul-Sel (Pare-Pare dan Luwu Timur), Kal-Bar (Pontianak), Ja-Tim (Mojokerto, Kediri dan Malang), DKI Jakarta (Jakarta Utara, Timur dan Barat), Ja-Bar (Bekasi dan Subang), Kep Riau (Karimun), Sum-Ut (Binjai), Bali (Denpasar), BaBel (Belitung Timur) dan Kal-Sel (Banjar Baru) berkisar antara 10%-27%. Sehingga secara keseluruhan di Indonesia ada 1,247 dari 74,206 desa/kelurahan yang memiliki tempat transaksi seks komersial.
Sebetulnya, jumlah desa/kelurahan di Indonesia yang memiliki tempat transaksi seks komersial hasil PODES 2008 (1,247) lebih sedikit dari yang dilaporkan pada pendataan PODES sebelumnya (1,514 desa/kelurahan). Tetapi sebaliknya di Kota Tarakan dan Sorong, persentase dan jumlahnya malah meningkat dari 30% ke 35% dan dari 14% ke 32%. Padahal prevalensi HIV pada WPS di Kota Sorong (22%) dari hasil surveilans terakhir adalah salah satu yang tertinggi di Indonesia. Duh mengerikan juga yah …. Mudah-mudahan hal ini sudah diketahui para pemangku kepentingan dan ditindaklanjuti dan kita bisa lihat perkembangan baik dari data PODES 2011 serta surveilans HIV terkini.