Membaca artikel di sebuah harian ibukota yang menginformasikan hasil penelitian dampak ekonomi pada pasien kanker dan keluarganya membuat saya jadi ingin melihat hal yang similar dari data Survei Dampak Gangguan Kesehatan (SDGK) tahun 2009 pada ODHA dan keluarganya. Saat ini HIV dan AIDS sudah menjadi salah satu tantangan besar dalam kesehatan masyarakat di Indonesia, dan pada tingkat makro, HIV dan AIDS juga sudah meningkatkan beban sistem pelayanan kesehatan untuk penyakit-penyakit kronis di Indonesia yang diketahui bersama masih cukup lemah dengan adanya kebijakan pengobatan ARV gratis untuk semua.
Sedangkan pada tingkat rumah tangga dan individu, dampak yang paling mudah dan sering terlihat adalah meningkatnya beban ekonomi akibat pengeluaran tambahan untuk biaya kesehatan pada rumah tangga dengan salah satu anggotanya sudah terinfeksi HIV.
Dampak ekonomi yang timbul bisa menjadi sangat buruk khususnya untuk rumah tangga dengan tingkat penghasilan rendah, karena umumnya infeksi HIV terjadi pada anggota rumah tangga berusia produktif sehingga menimbulkan dampak ekonomi ganda akibat dari meningkatnya biaya kesehatan dan berkurangnya pendapatan rumah tangga. Dampak HIV dan AIDS pada individu dan rumah tangga juga akan semakin berat seiring dengan bertambahnya anggota rumah tangga lainnya yang terinfeksi HIV akibat dari penularan yang terjadi dari suami/istri kepada pasangannya dan dari ibu ke anaknya akibat dari deteksi yang terlambat.
Turunnya kekebalan tubuh akibat terinfeksi HIV menyebabkan orang mudah mengalami gangguan kesehatan. Dari hasil SDGK 2009, dapat kita ketahui bahwa ternyata dalam sebulan terakhir 21% Rumah Tangga ODHA mengaku kehilangan hari kerja karena sakit/merawat orang sakit, jauh lebih tinggi dari Rumah Tangga Non-ODHA yang hanya kurang dari seperempatnya (5%).
Pada tingkat individu, perbedaan persentase yang mengalami gangguan kesehatan secara signifikan antara rumah tangga ODHA dan Non-ODHA terlihat pada kelompok umur 20-49 tahun, dimana persentase anggota rumah tangga ODHA yang mengalami gangguan kesehatan dalam 1 bulan terakhir pada kelompok umur tersebut jauh lebih tinggi dari rumah tangga Non-ODHA, baik untuk responden laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena HIV dan AIDS lebih banyak terjadi pada responden kelompok umur tersebut.
Pada kondisi sakit, siapapun orangnya akan mengurangi aktivitas termasuk bekerja, demikian pula dengan pendamping atau orang yang merawat. Keadaan ini tidak menutup kemungkinan berdampak terhadap berkurangnya pendapatan atau bahkan berisiko terhadap keberlangsungan pekerjaan. Rerata hari kerja yang hilang karena sakit/merawat orang sakit pada Rumah Tangga ODHA 1.5 kali lipat lebih banyak (53 hari dalam 1 tahun) dari Rumah Tangga Non-ODHA (36 hari dalam 1 tahun).
Walaupun tidak seheboh kanker, tetapi jelas sekali infeksi HIV juga memberikan dampak yang nyata pada kehilangan pendapatan rumah tangga ODHA dan menyebabkan "kanker" yang lain alias "kantong kering".
Apalagi tingkat stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan keluarganya juga jauh lebih nyata dibanding orang/keluarga dengan kanker. Sehingga dukungan sosial maupun finansial bisa saja menjadi lebih sulit untuk orang/keluarga dengan HIV dibanding orang/keluarga dengan kanker. Mudah-mudahan para pemangku kebijakan dan kepentingan di negeri ini telah mengetahui data-data ini dan bisa membantu mengurangi "kantong kering" orang/keluarga dengan HIV.