Mama Kalsum Sang Dukun Bersalin

0 comments
Mama Kalsum, perpaduan nama panggilan yang kental dengan unsur Papua dan Muslim, seorang dukun bersalin "terlatih" di desa Rufada kecamatan Arguni Atas Kaimana yang tidak pernah menerima pelatihan apapun dari penyelenggara layanan kesehatan... negeri ini.
Oleh sebagian besar tulisan para ahli, profesi sosok bersahaja Mama Kalsum merupakan salah satu "kambing hitam" dari tingginya angka kematian ibu ketika melahirkan (248/100 rb) di Indonesia tercinta yang masih sangat jauh dari target MDG 2015 (102/100 rb).
Padahal ketulusan dengan segala keterbatasannya dalam membantu ibu melahirkan sungguh bagai langit dan bumi jika dibandingkan Bidan PTT yang mendapatkan gaji dan tunjangan daerah terpencil, disekolahkan dengan uang rakyat, dan disediakan fasilitas rumah dinas yang berlipat kali mewahnya dibanding gubuk kecilnya ....

Adalah pak Burhanudin sang kepala kampung yang baru saja terpilih kembali, menceritakan betapa besar jasa mama Kalsum pada keluarganya. Minggu lalu ketika anak perempuannya akan melahirkan, pak Burhanudin yang sudah faham perlunya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih mencoba meminta pertolongan Bidan di Puskesmas yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya karena polindes didesanya masih kosong sejak dibangun 3 tahun lalu. Entah karena takut akan keamanan dirinya, takut adanya komplikasi persalinan yang mungkin dihadapinya, takut tidak mendapatkan insentif jampersal atau melanggar peraturan tentang persalinan di fasilitas kesehatan, atau karena malas ataupun alasan lainnya, sehingga tidak ada satupun bidan yang mau pergi menolong persalinan anak sang kepala kampung hingga akhirnya beliau meminta pertolongan mama Kalsum yang dengan sigab melawan semua alasan para bidan dan memberikan pertolongan persalinan dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Syukurlah jabang bayi dan ibunya bisa lahir selamat dan "sehat" kata pak Burhanudin.

Kamipun sempat merasakan langsung ketulusan untuk membantu dan kemurahan hati mama Kalsum. Ketika kendaraan yang seharusnya menjemput di muka jalan menuju rumah kepala kampung Rufada tak kunjung tiba dan ternyata ternyata belakangan diketahui "tertanam" ketika menuju kampung Rafa, mama Kalsum mengantarkan kami berjalan hingga perbatasan kampungnya agar kami bisa kembali ke puskesmas Bofuwer dengan berjalan kaki, walaupun saat itu waktu sudah mendekati buka puasa dan dia harus menyiapkan makanan untuk keluarganya berbuka.

Jika saja di negeri ini kebijakan kesehatan tidak harus seragam dan selalu ikut-ikutan standar internasional serta bisa memahami dan memaksimalkan kearifan lokal, maka mungkin saja layanan kesehatan daerah terpencil bisa diselenggarakan dengan lebih baik dan lebih murah....
See More

Leave a Reply